Telegram, aplikasi pesan populer, sedang berada di bawah pengawasan ketat di India karena diduga menjadi sarang berbagai aktivitas kriminal. Dari distribusi materi ilegal hingga manipulasi harga saham, aplikasi ini disebut-sebut menjadi jalur utama bagi operasi ilegal yang sulit dilacak.
Situasi semakin memanas setelah CEO Telegram, Pavel Durov, ditangkap di Prancis atas tuduhan kurangnya upaya dalam menanggulangi kejahatan di platformnya.
Pemerintah India, melalui Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Elektronika dan Teknologi Informasi, sedang menyelidiki aplikasi ini terkait dugaan aktivitas ilegal seperti perjudian dan pemerasan. Jika terbukti bersalah, Telegram bisa menghadapi potensi pelarangan di India, negara yang memiliki sekitar 104 juta pengguna aplikasi ini.
Telegram telah menjadi pusat perhatian di India setelah serangkaian insiden kriminal yang melibatkan platform ini. Pada 2023, dua pria dari Bhopal ditangkap karena menipu seorang dokter lokal sebesar ₹38 lakh dengan menyamar sebagai petugas polisi dan menggunakan Telegram untuk melakukan interogasi palsu.
Insiden lainnya melibatkan kebocoran soal ujian UGC-NET, yang mempengaruhi sekitar 900.000 peserta, setelah soal tersebut bocor di Telegram.
Tak hanya itu, Telegram juga digunakan untuk manipulasi harga saham, di mana sebuah kelompok di aplikasi ini terlibat dalam penipuan harga saham yang menguntungkan individu tertentu. Penggunaan Telegram dalam aktivitas semacam ini menjadi tantangan besar bagi penegak hukum karena fitur anonimitas yang ditawarkan aplikasi ini membuat pelaku kejahatan sulit dilacak.
Penegak hukum di India menghadapi tantangan besar dalam menangani kejahatan yang terjadi melalui Telegram. Anonimitas yang ditawarkan oleh Telegram membuat identifikasi pelaku kejahatan menjadi sangat sulit.
Seringkali, ketika polisi meminta bantuan dari Telegram, mereka hanya menerima alamat IP terakhir yang tidak memberikan banyak petunjuk. Selain itu, hanya sekitar 20% kasus di mana Telegram benar-benar bekerja sama dengan otoritas India.
Pihak berwenang juga mengkritik Telegram karena kurangnya moderasi konten dan transparansi. Meskipun diwajibkan oleh Peraturan IT 2021 untuk menerbitkan laporan transparansi bulanan, Telegram tidak mematuhi aturan ini. Hal ini menambah kekhawatiran tentang bagaimana platform ini dapat terus digunakan untuk aktivitas ilegal tanpa pengawasan yang memadai.